MADIUN – Prodi Kesejahteraan Sosial FISIP UMMAD akan melaksanakan kuliah tamu dengan menghadirkan Konsultan Nasional Gender dan Inklusi, Fatkhurozi, S.Pd.I, MH. Kuliah tamu akan dilaksanakan pada Selasa, 15 November 2023 pukul 18.30 WIB secara zoom dengan tema problem Gender serta Terobosan-terobosan dalam UU 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Selain menghadirkan Fatkhurozi, S.Pd.I., MH., kuliah tamu juga akan menghadirkan dosen Prodi Kesejahteraan Sosial FISIP UMMAD, Wariyatun, S.Sos., M.AAPD. Wariyatun mengatakan, Fatkhurozi, S.Pd.I., MH.juga merupakan salah satu penggagas UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta Dewan Pengarah Nasional Forum Pengadaan Layanan untuk Perempuan Korban Kekerasan.
Adanya kuliah tamu yang membahas masalah gender dan kekerasan seksual ini diharapkan mampu memberikan pemahaman mahasiswa Prodi Kesos UMMAD untuk bekerja menggunakan UU TPKS. Sehingga kuliah tamu ini wajib diikuti bagi mahasiswa Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial Semester V yang mengambil mata kuliah Kesejahteraan Sosial Keluarga dan Konsep Gender.
Juga wajid diikuti mahasiswa Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial Semester I yang mengikuti mata kuliah Pengantar Ilmu Antropologi. Pada saat kuliah tamu juga akan dihadirkan kuis yang berhadiah buku rezim Gender Muhammadiyah (Kontestasi Gender, Identitas, dan Eksistensi) karya Prof. Dr. Siti Ruhaini
“Hadiah akan diberikan bagi 1 pemenang kuis,” kata dosen pengampu mata kuliah Kesejahteraan Sosial Keluarga dan Konsep Gender Prodi Kesos UMMAD itu.
Tema kuliah tamu
Pembahasan dalam kuliah tamu ini mengenai UU No 12 Tahun 2022 mengenai Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU TPKS muncul dari berbagai kondisi ketidakadilan gender terutama kekerasan terhadap perempuan.
Dalam bentuk kekerasan seksual yang tak segera dipecahkan padahal sudah ada berbagai aturan perundangan seperti UUPA, UUPKDRT, UU TPPPO. Kekerasan seksual yang banyak menimbulkan korban baik dewasa maupun anak, sarat dengan relasi kuasa yang sangat timpang antara pelaku dengan korban.
Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan banyak kerentanan bagi korban. Satu tahun telah berlalu sejak disahkannya RUU TPKS menjadi UU TPKS, pada kenyataannya masih banyak PR agar UU ini bisa diberlakukan secara efektif sehingga mampu melindungi korban.
Pemahaman masyarakat dan pelaksanaan UU secara luas terhadap keberadaan dan substansi UU ini, menjadi salah satu tantangan. Tantangan itu makin besar dengan bervariasinya peraturan hukum yang diberlakukan oleh masyarakat di daerah pasca otonomi daerah diberlakukan.
Melihat kondisi tersebut, peraturan pelaksana UU menjadi satu agenda yang sangat penting untuk segera dibuat. Undang-undang bukanlah sesuatu yang dibuat dalam ruang hampa. Demikian pun UU TPKS, sedari awal penyusunan rancangan undang-undang, semangat yang melatarbelakangi adalah persoalan ketidakadilan gender dalam bentuk kekerasan seksual.
Untuk memahami nuansa ketidakadilan tersebut, pengetahuan tentang konsep dan keragaman gender menjadi sangat penting bagi seorang pekerja sosial. Dari pemahaman tersebut, seorang pekerja sosial akan mampu membaca dan menganalisis relasi kuasa gender yang terjadi dalam sebuah kasus yang dialami klien atau korban.(Pujoko)