MADIUN – Mahasiswa semester 1 Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD), Ferra Wulan Saputri menjadi nara sumber dalam bedah film dan diskusi gender yang digelar IPPNU Kota Madiun, Jumat, 22 Desember 2023.
Permasalahan yang diangkat dalam bedah film dan diskusi gender tersebut mengenai feminisme dan gender. Film yang dibedah adalah film documenter berjudul Wadon Ora Didol berdurasi 40 menit mengangkat kisah nyata pernikahan usia dini serta prostitusi anak di wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Film doKumenter Wadon Ora Didol diproduksi secara kolaboratif oleh Komunitas Women March, Watchdoc dan Pamflet Genarasi. Ferra Wulan Saputri menghadirkan tema diskusi mengenai feminisme dalam gender usai pemutaran film yang berkembang menjadi pembahasan mengenai stereotipe yang salah terhadap perempuan yang mengarah pada kedudukan wanita lebih rendah dalam banyak daripada pria.
Ferra mengatakan pada diskusi tersebut ia berusaha menjadi pemantik dari peserta diskusi lainnya sehingga dapat membuka pemahaman peserta diskusi mengenai persoalah gender yang muncul di masayrakat.
Misalnya mengenai istilah gender yang kerap dirancukan dengan jenis kelamin atau hanya mengacu pada jenis kelamin perempuan. Juga persoalan kesalahan dalam memahami feminisme ataupun kesetaraan gender.
Ada pula problem perlakuan khusus perempuan dalam ranah teologi, lalu sterotipe dimasyarakat tentang kedudukan perempuan yang lemah serta adanya pandangan tentang perempuan sebagai the second sex.
“Saya berusaha membuka pikiran teman-teman tentang gender ini. kemudian teman teman banyak bicara mengenai persoalan yang berkembang di masyarakat mengenai peran wanita,” kata Ferra.
Contoh adanya pemahaman masyarakat yang apabila memiliki anak Perempuan harus segera dinikahkan, sehingga banyak terjadi pernikahan dini. Seolah olah wanita menjadi beban rumah tangga sehingga harus cepat cepat dinikahkan.
Kemudian juga pemahaman yang salah ketiga menempatkan tugas wanita itu hanya 3 atau macak (berhias), manak ( melahirkan) dan masak (masak) atau hanya berada di lingkungan rumah (domestik).
“Hal itu tentu saja merendahkan posisi wanita. Padahal perempauan memiliki banyak kelebihan yang membuat Perempuan memiliki peran peran penting,” kata Wakil Ketua Bidang I IPPNU Kota Madiun tersebut.
Menurut Ferra, dalam kenyataannya memang peran domestik banyak dikerjakan perempuan. Karena laki-laki sudah bekerja dan setelah berada di rumah sudah capai. Padahal peran domestik tidak selalu dilakukan wanita atau istri tapi bisa bagi tugas dengan pria atau suami.
Sehingga pemahaman yang stereotipe terhadap perempuan itu harus diubah dengan memberi pemahaman yang positif. Perempuan harus ditempatkan pada posisi yang layak karena memang mmiliki kelebihan.
“Kita harus memberi pemahaman kalau sampai perempuan tidak merdeka tidak ada kehidupan yang lebih baik setelah hari ini,” ujar Ferra.
Ferra menambahkan, gender itu mengacu kepada seperangkat sikap, pera, fungsi dan tanggungjawab yang melekat pada laki-lakia ataupun perembuatan yang dibentuk oleh budaya. Perubahan cara pandang gender kepada wanita penting untuk selalu dilakukan.
“Tujuannya membangun kesetaraan keadilan gender agar seluruh masyarakat baiki laki-laki dan perempuan dapat memberikan kontribusiny yang positif dan konstruktif agar tercipta kehidupan yang lebih adil, sejahtera, dan beradab,” terang Ferra. (Pujoko)