
MADIUN – Maria Regina Asal Jawang, mahasiswa Katolik Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD) -yang akan berubah menjadi Universitas Muhammadiyah Jawa Timur (UMJT) berhasil lolos seleksi mengikuti Muhammadiyah Youth Interfaith Leadership Program (MY-ILP).
MY-ILP sendiri merupakan program yang dijalankan Lembaga Kajian Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah (LKKS PP Muhammadiyah). Diselenggarakan di Bali, Senin-Rabu, 13-15 Januari 2025 di
Rani sendiri mengaku tidak menduga bisa lolos seleksi mengikuti MY-ILP mengingat pada saat tes wawancara ia merasa tidak begitu optimal dalam memberi penjelasan.
“Tidak menduga. Awalnya saya menjawab ragu-ragu saat ikut tes wawancara. Kalau (persyaratan) yang lain saya kira lulus. Tapi kalau wawancaranya Bahasa saya kurang dipahami,” ujar mahasiswi kelahiran Mingar, Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Rani-panggilan akrabnya di kampus UMMAD- lolos seleksi MY-ILP setelah esai yang ia buat berjudul Aku, Muhammadiyah dan Indonesia” lolos seleksi oleh panitia.
Esai sebanyhak 500 kata tersebut ia buat dengan memperoleh pendampingan dari salah satu dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UMMAD, Rahma Widya Darojah, S.Sos., M.I.Kom.
“Awalnya saya mencoba menulis sendiri dulu. Lalu disampaikan kepada Ibu Rakhma untuk perbaikan. Akhirnya lolos seleksi,” kata Rani yang duduk di semester 5 Prodi Kesejahteraan Sosial FISIP UMMAD itu.
Berikut esai Aku,Muhammadiyah dan Indonesia yang ditulis Maria Regina Asal Jawang:
Aku, Muhammadiyah dan Indonesia
Saya adalah seorang gadis desa. Sejak kecil, saya tumbuh dalam lingkungan yang sangat kental dengan nilai-nilai katolik. Masa kecil saya di warnai dengan nuansa religius yang kuat sejak dini. pengalaman masa kecil saya diwarnai dengan kebaktian mingguan, dan perayaan-perayaan keagamaan seperti Natal dan Paskah. Perkenalkan, nama saya Maria Regina Asal Jawang. Saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga Katolik yang taat di sebuah desa yang mayoritas penduduknya beragama katolik. Sejak di bangku Sekolah Dasar, saya sudah diajarkan tentang keberagaman suku, agama, budaya yang ada di Indonesia.
Pengalaman yang paling berkesan adalah saat SMP. Di sekolah baru, saya punya banyak teman muslim. Meski beda agama, kami akur dan saling menghormati. Sekolah kami menghargai perbedaan, jadi persahabatan kami semakin akur. Contohnya, teman-teman muslim boleh pulang awal di hari Jumat untuk sholat Jumat, sedangkan kami tetap pulang sesuai jadwal. Mereka juga mengajak kami merayakan Idul Fitri dan Idul Adha. Pengalaman ini mulai membentuk pandangan saya tentang keberagaman.
Namun, berbeda ketika memutuskan untuk studi di sebuah Universitas Muhammadiyah, sebuah lembaga pendidikan yang lekat dengan Islam, saya tak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit kekhawatiran. Bagaimana akan rasanya menjadi minoritas agama di lingkungan yang mayoritas beragama Islam?
Hari pertama di kampus, saya disambut dengan hangat oleh teman-teman seangkatan begitu pula dengan dosen-dosennya. Tak ada perbedaan agama yang menjadi penghalang bagi kami untuk saling mengenal dan berbaur. Justru, perbedaan ini menjadi pembahasan menarik dalam berbagai diskusi. Kami saling berbagi cerita tentang tradisi, keyakinan, dan pengalaman masing-masing. Saya belajar banyak tentang Islam dari teman-teman Muhammadiyah.
Meski begitu, keraguan selalu menghantui. Bisakah saya beradaptasi dengan lingkungan baru ini? Di tengah kebimbangan itu saya sempat ingin pindah kampus di semester dua. Saya sudah mengutarakan niat saya pada kaprodi dan mengurus berkas-berkasnya. Namun, takdir berkata lain. Tak disangka, seorang teman SMA saya ingin mengikuti saya kuliah bersama di kampus Muhammadiyah. Akhirnya, saya urungkan niat untuk pindah dan memutuskan untuk tetap di kampus ini.
Saya pun kembali aktif dalam kegiatan kampus, aktif berpartisipasi tanpa merasa terasing. Saat kegiatan keagamaan Islam berlangsung, saya menghormati dan mendukung teman-teman saya. Saling menghormati dan menghargai perbedaan menjadi kunci bagi kami untuk hidup berdampingan dengan damai.
Di kampus Muhammadiyah, semua mahasiswa baik muslim maupun non-muslim, wajib belajar panduan pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Namun demikian, dalam penerapannya di sesuaikan dengan lokalitas daerah dan kebutuhan mahasiswanya. Dengan kebijakan dan model tersebut, mahasiswa non-muslim di kampus Muhammadiyah mendapatkan pengetahuan tentang Islam tanpa ada diskriminasi, tekanan ataupun stereotip.
Di Kampus Muhammadiyah juga diajarkan untuk menghargai keberagaman, baik dalam hal agama, suku, maupun budaya. Adapun nilai-nilai ini sejalan dengan ajaran agama Katolik yang menjunjung tinggi persaudaraan dan kasih terhadap sesama. Toleransi adalah modal sosial yang sangat berharga bagi Indonesia. Dengan saling menghormati perbedaan kita dapat menciptakan masyarakat yang damai dan sejahtera, sebagaimana yang dicita-citakan dalam visi Indonesia emas 2045.
Pengalaman kuliah di kampus Muhammadiyah Madiun telah membuka wawasan saya tentang Islam dan memperkaya pemahaman saya tentang Indonesia. Saya menyadari bahwa meskipun berbeda agama, kita memiliki banyak kesamaan sebagai manusia. Kita semua menginginkan kedamaian, persatuan, dan kemajuan bangsa. Keberagaman yang ada di negeri ini bukan menjadi ancaman, melainkan anugerah yang dapat menyatukan kita.