MADIUN – Dosen Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD) Latutik Mukhlisin, M.Kom menjadi nara sumber seminar Mitigasi dan Penanganan Pelanggaran Terhadap Kampanye dan Pembentukan KPPS pada Pemilu 2024, Kamis, 7 Desember 2023.
Seminar yang dilaksanakan oleh KPU Kota Madiun tersebut diikuti seluruh PPK dan PPS di wilayah Kota Madiun yang mencapai 100 orang lebih. Sejumlah bahasan disampaikan Latutik Mukhlisin,M.Kom yang juga merupakan Kaprodi Ilmu Komunikasi UMMAD tersebut.
Misalnya mengenai indeks kerawanan pemilu yang baru saja di keluarkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyebutkan indeks kerawanan pemilu di Jawa Timur rendah. Namun untuk kota Madiun, indeks kerawanan pemilu tercatat ada pada level sedang, berada di posisi 401 dari 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Disampaikan Latutik Mukhlisin, ada dua momen terkait kepemiluan yang sudah berlangsung di Kota Madiun yang diharapkan mampu mendorong pelaksanaan pemilu di kota Pendekar pada tahun depan berjalan lancar. Dua momen itu adalah pelaksanaan kirab kampanye pemilu yang dilaksanakan secara nasional di Kota Madiun serta deklarasi kampanye pemilu yang diprakarsai perguruan silat di Kota Madiun dan dihadiri perguruan bela diri dari berbagai daerah di Indonesia.
“Dua momen ini yang kita harapkan dapat mendorong pemilu di Kota Madiun berjalan lancar,” ujar mantan anggota KPU Kota Madiun tersebut. Dalam kesempatan tersebut, Latutik juga menyampaikan 5 isu penting dalam penyelenggaraan Pemilu. Dari 5 isu tersebut, Latutik memfokuskan pembahasan pada 2 isu penting yaitu netralitas penyelenggara pemilu dan terpenuhinya hak memilih dan dipilih pemilik suara.
Netralitas penyelenggara pemilu itu bukan hanya soal bukan dari partai politik tertentu tapi juga harus netral terhadap saudara penyelenggara pemilu yang menjadi calon legislatif (caleg). “Kebetulan ponakannya, pamannya jadi caleg. Ini yang dpat menimbulkan keberpihakan penyelenggara pemilu. Nah ini harus dijaga betul. Jadi tidak hanya TNI/Polri dan ASN saja yang harus netral tapi juga penyelenggaraan pemilu. Sejak awal mesti dipahamkan kepada saudara-saudara mereka yang menjadi caleg itu bahwa ia sebagai penyelenggara pemilu harus netral,” ujar Latutik.
Kemudian persoalan terpenuhinya hak dipilih dan memilih warga masyarakat pemilik suara, Latutik menyampaikan hal krusial dari hal tersebut adalah terfasilitasinya pemenuhan hak pilih bagi pemilih yang berada di lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah sakit (RS).
“Warga binaan di Lapas Madiun yang besar dari seluruh Indonesia itu tentu juga harus terpenuhi hak pilihnya. Pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya ada 3-4 TPS didalam Lapas dan itu tidak masalah (bisa dilakukan),” ujar mantan anggota KPU Kota Madiun tersebut.
Sedang untuk pemilik hak pilih di rumah sakit rumah sakit di Kota Madiun, menurut Latutik, tentu pihak pengelola rumah sakit harus diajak koordinasi dalam rangka memfasilitasi terpenuhinya hak memilih warga yang tengah sakit. “Hal ini bisa dilaksanakan oleh KPPS yang berada di paling dekat dengan rumah sakit,” kata Latutik. (Pujoko)