MADIUN – Konsultan Nasional Gender dan Inklusi, Fatkhurozi, S.Pd.I, MH., memberi kuliah tamu bagi 26 mahasiswa Prodi Kesos FISIP UMMAD, Selasa, 14 November 2023. Selain Fatkhurozi, S.Pd.I, MH., hadir pula memberi kuliah dalam acara tersebut, tenaga pengajar Prodi Kesos UMMAD, Wariyatun, S.Sos., M.A.A.P.D.
Selama 30 menit, Fatkhurozi, S.Pd.I, MH., yang juga dosen UIN Sunan Semarang tersebut berbicara mengenai SOGIESC serta problem kekerasan berbasis gender. SOGIESC adalah Sexual Orientation, Gender Identitas, Expression dan Sex Characteristic.
SOGIESC merupakan konsep pemahaman perihal orientasi seksual, gender juga ketubuhan. Konsep SOGIESC ini diharapkan dapat membuka pemahaman publik terhadap keberagaman gender dan orientasi seksual di masyarakat. Harapannya dapat mengatasi problem kekerasan terhadap keberagaman gender serta orientasi seksual yang terjadi di masyarakat.
Fatkhurozi, S.Pd.I, MH., menjelaskan secara detail mengenai gender dan seks. Soal gender dosen UIN Semarang itu menerangkan apa itu identitas gender, ekspresi gender. “Gender adalah konstruksi sosial biner yang membedakan ciri, sifat dan peran antara laki-laki dan perempuan secara tegas berdasar seksnya,” ujar Fatkhurozi.
Mengenai seks, Farkhurozi bicara tentang pemahaman identitas seks, orientasi seks, dan karakteristik seks. Seks adalah karakteristik biologis yang digunakan untuk mengategorikan manusia sebagai bagian dari kelompok betina atau jantan denan hanya melhat alat kelaminnya,” jelas staf ahli Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saat pembahasan UU TPKS itu.
Salah satu penggagas UU TPKS ini juga menyampaikan pemahaman diskriminasi yang menyebabkan terjadinya kekerasan gender dan seks. Diskriminasi itu muncul karena adanya budaya patriarkal dan SOGIESC. Tindakan diskriminasi itu berupa pembedaan pembatasan, pengucilan di ranah publik ataupun privat.
“Juga tindakan berupa kebijakan program, tindakan,praktek, perilaku dan norma yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung ataupun sistemik/tidak sistemik,” terang Dewan Pengarah Nasional Forum Pengadaan Layanan untuk Perempuan Korban Kekerasan itu.
Fatkhurozi menambahkan, potensi kerasan seksual yang sangat buruk bisa terjadi pada kelompok gender minoritas seperti wanita, transpuan, ataupun waria. Sementara itu, Wariyatun menyampaikan pemahaman mengenai UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) selama 15 menit.
Bentuk-bentuk TPKS itu ada dalam Bab II, pasal IV ayat I berupa pelecehan seksual non fisik dan fisik, pemaksaan kontrasepsi, sterilisasi dan perkawinan. “Lalu penyiksaan seks, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, kekerasan seksual berbasis elektronik,” kata Wariyatun.
Tujuan UU TPKS menurut Wariyatun adalah mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi, memulihkan korban, melakukan penegakan hukum dan rehabilitasi pelaku. Mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual dan menjamin tidak berulangnya kekerasan seksual.
Wariyatun menerangkan, bagi mahasiswa yang mengikuti kuliah tamu ini harusnya sudah “khatam” gender dasar dari pemahaman-pemahaman pemateri. Setelah ini akan dikembangkan dalam perkuliahan mengenai keberagaman gender.
“Jika nanti menjadi pekerja sosial, maka mereka akan berhadapan dengan kondisi seperti itu, misalnya ketika di penampungan bertemu PSK, bertemu waria, transpuan atau yang lainnya,” kata Wariyatun.(Pujoko)