MADIUN – Problem kesehatan reproduksi remaja dibahas mendalam saat pelaksanaan Kuliah Pakar yang dihelat Prodi Kebidanan D3 Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD) yang akan berubah menjadi Universitas Muhammadiyah Jawa Timur (UMJT).
Kuliah Pakar oleh Prodi Kebidanan UMMAD ini digelar secara online melalui zoom pada Minggu, 9 Juni 2024 dengan menghadirkan nara sumber Hayun Manudyaning Susilo, SST., M.Keb yang merupakan dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO).
Peserta Kuliah Pakar ini berasal dari civitas akademika beberapa perguruan tinggi atau sekolah tinggi kesehatan Muhammadiyah di Jawa Timur dan Jawa Barat seperti dari UMMAD, UMPO, STIKES Hutama Abdi Husada Tulungagung, dan STIKES Muhammadiyah Cirebon.
Hayun Manudyaning Susilo memaparkan sejumlah persoalan kesehatan reproduksi remaja kepada para dosen, mahasiswa kebidanan, mahasiswa Administrasi Kesehatan (Adminkes) dan calon mahasiswa kebidanan yang menjadi peserta diskusi.
Sejumlah persoalan kesehatan reproduksi para remaja tersebut adalah penggunaan narkoba, alkohol dan merokok. Berikutnya seks bebas (hubungan seksual sebelum menikah) pada remaja.
“Fenomena seks bebas remaja ini tidak hanya terjadi pada remaja SMA dan SMP tapi juga oleh siswa SD juga sudah terjadi,” ungkap Hayun.
Demikian juga dengan fenomena penggunaan alkohol dan minuman keras jenis lainnya juga sudah biasa dilakukan remaja perempuan seperti yang baru saja viral ada beberapa remaja putri yang mabuk setelah mengonsumsi minuman keras. “Mereka mengonsumsi minuman keras tidak sembunyi-sembunyi lagi, tapi sudah terbuka,” ujar Hayun.
Masalah kesehatan reproduksi para remaja lainnya adalah terjadinya kehamilan tidak diinginkan para remaja, lalu aborsi yang tidak aman, pernikahan dini, penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS/Syphilis, Gonorrhea.
“Bullying atau kekerasan dan pelecehan seksual juga menjadi salah satu masalah kesehatan reproduksi para remaja,” ujar Hayun.
Kemudian Hayun juga menyampaikan beberapa keadaan yang memberi pengaruh buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja seperti masalah gizi yang bisa berdampak pada timbulnya anemia dan dan kurang energi kronis pada remaja.
“Adanya pertumbuhan yang terhambat pada remaja putri sehingga mengakibatkan panggul sempit dan risiko melahirkan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah),” ujar Hayun.
Hayun menerangkan, masalah pendidikan seperti buta huruf dan pendidikan rendah juga berpengaruh buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja.
“Kondisi buta huruf membuat remaja tidak punya akses terhadap informasi yang dibutuhkannya yang berakibat pada kurang mampunya pengambilan keputusan terbaik bagi kesehatan dirinya,” terang Hayun.
Kemudian problem pendidikan rendah pada remaja berdampak pada ketidak mampuan memenuhi kebutuhan fisik dasar saat berkeluarga sehingga ber pengaruh buruk terhadap derajat kesehatan diri dan keluarga.
Berikutnya adalah masalah lingkungan dan pekerjaan yang juga dapat memberi pengaruh buruk pada kesehatan reproduksi remaja.
Dengan memberi ilustrasi kepada para peserta mengenai situasi banyak remaja putri di Ponorogo yang bekerja di pabrik-pabrik yang ada di kabupaten itu, turut menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja.
Lingkungan dan suasana kerja yang memperhatikan kesehatan remaja yang bekerja akan mengganggu kesehatan mereka.
“Lingkungan sosial yang kuran sehat bisa menghambat bahkan merusak kesehatan fisik, mental dan emosional remaja,” ujar Hayun.
Hayun juga menyampaikan persoalan lain yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan reproduksi remaja. Misalnya perkawinan dan pernikahan usia dini yang berdampak terhadap banyak hal bagi remaja.
“Tidak matangnya fisik dan mental, risiko komplikasi dan kematian ibu dan bayi yang lebih besar, kehilangan kesempatan pengembangan diri remaja, serta risiko makin besarnya aborsi yang tidak aman,” terang Hayun.
Hayun mengatakan, terhadap banyaknya persoalan yang mempengaruhi secara buruk kesehatan reproduksi remaja maka bidan harus bisa berperan mengawal proses perkembangan remaja.
Caranya dengan menjadi provider atau pemberi layanan seperti KIE, advokasi, dukungan dan fasilitator bagi remaja.
Juga menjadi manajer (pengelola layanan untuk remaja) baik secara mandiri, kolaborasi, rujukan dan pembina PIK-R maupun BK-R.
Peran berikutnya adalah educator (pendidik) dengan menjadi penyuluh kesehatan atau melatih peer education (pendidikan kelompok remaja).
“Bidan juga bisa berperan sebagai researcher (peneliti) dengan melkaukan penelitian baik secara primer maupun sekunder,” ujar Hayun.
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UMMAD, Dr. Eny Pemilu Kusparlina saat memberi sambutan menyampaikan bidan menjadi garda terdepan bagi perkembangan remaja yang baik karena peran mereka yang sudah terlihat sejak bayi masih belum dilahirkan.
“Kuliah Pakar ini menjadi penting para peserta diskusi ini, para mahasiswa kebidanan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi remaja,” kata Eny. (Humas UMMAD)